Tugas Hukum
Investasi dan Pasar Modal
Sejarah perkembangan pasar modal di Indonesia dapat
dibagi dalam beberapa periode. Pembagian tersebut dimaksudkan karena ada
hal-hal khusus yang terjadi dalam periode perkembangannya baik dilihat dai sisi
peraturan maupun dari sisi ekonomi, bahkan juga dari sisi politik dan keamanan.
Adapun periode yang dimaksud adalah sebagai berikut:
- Periode Permulaan (1878-1912)
- Periode Pembentukan Bursa (1912-1925)
- Periode Awal Kemerdekaan (1925-1952)
- Periode Kebangkitan (1952-1977)
- Periode Pengaktifan Kembali (1977-1987)
- Periode Deregulasi (1987-1995)
- Periode Kepastian Hukum (1995-sekarang)
- Periode Menyonsong Independensi Bapepam (1995-2010)
- Periode Otoritas Jasa Keuangan (2010-sekarang)
Untuk lebih jelas perkembangan dinamika pasar modal
Indonesia akan ditinjau pada masing-masing periode:
1. Periode
Permulaan (1878-1912)
Di Indonesia, kegiatan transaksi saham dan obligasi
dimulai pada abad ke-19. Menurut buku Effectengids yang dikeluarkan Vereniging
voor den Effectenhandel pada tahun 1939, transaksi efek telah berlangsung
sejak 1880. Berhubung bursa belum dikenal, maka perdagangan saham dan obligasi
dilakukan tanpa organisasi resmi sehingga catatan resmi tentang transaksi
tersebut tidak lengkap.
Menurut perkiraan, bahwa yang diperjualbelikan waktu
itu adalah saham atau obligasi yang listing di bursa Amsterdam yang
dimiliki oleh investor yang ada di Batavia, Surabaya, dan Semarang. Dengan
demikian, karena belum ada bursa resmi, dapat dikatakan bahwa periode ini
adalah periode permulaan sejarah pasar modal Indonesia.
2. Periode Pembentukan
Bursa (1912-1925)
Perkembangan transaksi efek semakin meningkat, tetapi
bursa yang resmi belum ada. Akhirnya, pada tanggal 14 Desember 1912, Amserdamse
Effectenbueurs mendirikan cabang bursa di Batavia. Bursa ini merupakan
bursa tertua keempat di Asia, setelah Bombay, Hongkong dan Tokyo. Bursa yang
dinamakan Vereniging voor de Effectenhandel, memperjualbelikan saham dan
obligasi perusahaan/perkebunan Belanda yang beroperasi di Indonesia, obligasi
yang diterbitkan pemerintah (propinsi dan kotapraja), sertifikat saham
perusahaan-perusahaan Amerika yang diterbitkan oleh kantor administrasi di
negeri Belanda serta efek perusahaan Belanda lainnya. Pada saat awal terdapat
13 anggota bursa yang aktif (makelar) yaitu : Fa. Dunlop & Kolf; Fa.
Gijselman & Steup; Fa. Monod & Co.; Fa. Adree Witansi & Co.; Fa.
A.W. Deeleman; Fa. H. Jul Joostensz; Fa. Jeannette Walen; Fa. Wiekert &
V.D. Linden; Fa. Walbrink & Co; Wieckert & V.D. Linden; Fa. Vermeys
& Co; Fa. Cruyff dan Fa. Gebroeders. Setelah berdirinya Bursa Efek Batavia,
maka periode ini pada tanggal 11 Januari 1925 terbentuk Bursa Efek Surabaya.
Pada tanggal 1 Agustus 1925 terbentuk Bursa Efek Semarang.
3. Periode Awal
Kemerdekaan (1925-1952)
Perkembangan perdagangan efek pada periode ini
berlangsung marak, namun tidak bertahan lama karena dihadapkan pada resesi
ekonomi pada tahun 1929 dan pecahnya Perang Dunia II (PD II). Pada saat PD II,
bursa efek di negeri Belanda tidak aktif karena sebagian saham-saham milik
orang Belanda dirampas oleh Jerman. Hal ini sangat berpengaruh terhadap bursa
efek di Indonesia. Keadaaan makin memburuk dan tidak memungkinkan lagi Bursa
Efek Jakarta untuk beroperasi, sehingga pada tanggal 10 Mei 1940, Bursa Efek
Jakarta resmi ditutup. Bursa Efek Surabaya dan Semarang telah lebih dulu
ditutup. Setelah tujuh bulan ditutup, pada tanggal 23 Desember 1940 Bursa Efek
Jakarta kembali diaktifkan, karena selama PD II Bursa Efek Paris tetap
berjalan, demikian pula halnya dengan Bursa Efek London yang hanya ditutup
beberapa hari saja. Akan tetapi, aktifnya Bursa Efek Jakarta tidak berlangsung
lama, karena Jepang masuk ke Indonesia pada tahun 1942, Bursa Efek Jakarta
kembali ditutup.
Pada tanggal 17 Agustus 1945, Proklamasi Kemerdekaan
Indonesia dikumandangkan ke seluruh pelosok negeri, tetapi keadaan ekonomi
begitu buruk. Republik Indonesia yang baru merdeka berada dalam kondisi
keuangan yang amat memprihatinkan, sementara di sisi lain, operasionalisasi
pemerintahan tidak dapat ditunda. Kesulitan
itu masih ditambah dengan persoalan moneter. Di tengah-tengah masyarakat
beredar tiga jenis mata uang yaitu, mata uang Republik, mata uang penjajahan
Belanda, dan mata uang pendudukan Jepang. Supaya roda pemerintahan dapat
berjalan, pemerintah RI meminta persetujuan Badan Pekerja Komite Nasional
Indonesia Pusat (BPKNIP) untuk melakukan pencarian pinjaman nasional. Dengan
Undang-Undang No. 4 Tahun 1946, pinjaman dari masyarakat mulai dihimpun.
Berdasarkan alasan itu, pada tahun 1947 pemerintah berencana
untuk membuka kembali Bursa Efek Jakarta. Akan tetapi, rencana ini tertunda
karena terhambat oleh situasi ekonomi yang memburuk. Sejak penyerahan
kedaulatan kepada pemerintah RI oleh pemerintah Belanda pada tahun 1949, beban
utang luar negeri dan dalam negeri kian membengkak sehingga menyebabkan defisit
yang sangat besar. Keadaan tersebut membuat pemerintah Indonesia pembukaan
kembali Bursa Efek Jakarta dalam program kerjanya, agar masyarakat tidak
dirugikan. Untuk menunjang maksud itu, pemerintah Indonesia mengeluarkan
Undang-Undang Darurat No 13. Tahun 1953 yang kemudian ditetapkan menjadi
Undang-Undang No. 15 Tahun 1952 yang mengatur tentang Bursa Efek. Selanjutnya,
berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan No. 289737/UU tanggal 1 November 1951 penyelenggaraan
bursa diserahkan kepada Perserikatan Uang dan Efek-efek (PPUE). Bank Indonesia
(BI) ditunjuk sebagai penasihat dan selanjutnya dipilih pengurus.
4. Periode Kebangkitan
(1952-1976)
Tanggal 3 Juni 1952 seperti yang telah diputuskan oleh
rapat umum PPUE, Bursa Efek Jakarta kembali dibuka secara resmi oleh Menteri
Keuangan, Sumitro Djojohadikusumo.48 Selanjutnya, pada tanggal 26 September
1952 merupakan salah satu tonggak sejarah pasar modal Indonesia, ditandai
dengan dikeluarkannya Undang-Undang Darurat yang kemudian ditetapkan menjadi
Undang-Undang Bursa. Memasuki tahun 1958 keadaan perdagangan efek menjadi lesu
karena beberapa hal:
- Banyaknya warga Belanda yang meninggalkan Indonesia.
- Adanya nasionalisasi perusahaan-perusahaan Belanda oleh pemerintah RI sesuai dengan undang-Undang No. 86 Tahun 1958 tentang Nasionalisasi.
- Tahun 1960 Badan Nasionalisasi Persuahaan Belanda (BANAS) melakukan larangan memperdagangkan efek-efek yang diterbitkan oleh perusahaan-perusahaan yang beroperasi di Indonesia termasuk efek-efek dengan nilai mata uang Belanda (Nf).
Kemudian kondisi ini diperparah dengan adanya sengketa
Irian Barat dengan Belanda (1962) dan tingginya inflasi menjelang akhir
pemerintahan Orde Lama (1966) yang mencapai 650%. Keadaan itu mengguncangkan
sendi perekonomian dan kepercayaan masyarakat menjadi berkurang terhadap pasar
modal. Akibatnya, Bursa Efek Jakarta ditutup dengan sendirinya. Kondisi ini
berlangsung sampai tahun 1977.
5. Periode Pengaktifan
Kembali (1977-1987)
Pasar modal tidak menjalankan aktivitasnya sampai
tahun 1977. Penutupan pasar modal Indonesia tersebut tidak lepas dari orientasi
politik pemerintah Orde Lama yang menolak modal asing dalam kebijakan
nasionalisasi. Setelah pemerintahan berganti kepada Pemerintahan Orde Baru,
kebijakan politik dan ekonomi Indonesia tidak lagi konfrontatif dengan dunia
Barat. Pemerintahan Orde Baru segera mencanangkan pembangunan ekonomi secara
sistematis dengan pola target lima tahunan. Pemerintah Indonesia bekerja sama
dengan Barat untuk membangun. Pertumbuhan mulai, perekonomian bergerak.
Pemerintah pun berencana mengaktifkan kembali pasar modal.
Dengan surat keputusan direksi BI No. 4/16 Kep-Dir
tanggal 26 Juli 1968, di BI di bentuk tim persiapan (PU) Pasar Uang dan (PM)
Pasar Modal. Hasil penelitian tim menyatakan bahwa benih dari pasar modal di
Indonesia sebenarnya sudah ditanam pemerintah sejak tahun 1952, tetapi karena situasi politik dan masyarakat masih awam tentang
pasar modal, maka pertumbuhan Bursa Efek di Indonesia sejak tahun 1958 s/d 1976
mengalami kemunduran. Setelah tim menyelesaikan tugasnya dengan baik, maka
dengan surat keputusan Kep-Menkeu No. Kep- 25/MK/IV/1/72 tanggal 13 Januari
1972 tim dibubarkan, dan pada tahun 1976 dibentuk Bapepam (Badan Pembina Pasar
Modal) dan PT Danareksa. Bapepam bertugas membantu Menteri Keuangan yang
diketuai oleh Gubernur Bank Sentral. Dengan terbentuknya Bapepam, maka terlihat
kesungguhan dan intensitas untuk membentuk kembali pasar uang dan pasar modal.
Selain sebagai pembantu Menteri Keuangan, Bapepam juga menjalankan fungsi ganda
yaitu sebagai pengawas dan pengelola bursa efek. Akhirnya, pada tanggal 10
Agustus 1977, Presiden Soeharto meresmikan pasar modal di zaman Orde Baru.
Namun demikian, pengaktifan kembali pasar modal, tidak
menyebabkan kegiatan di bidang pasar modal menjadi mara k. Yang
terjadi, justru munculnya sejumlah kendala di dalam kegiatan di bidang pasar
modal. Perjalanan pasar modal Indonesia ternyata masih menentukan waktu dan
proses yang cukup panjang untuk mencapai pasar modal yang maju dan modern.
Berdasarkan catatan paling tidak ada lima persyaratan yang menghambat minat
para pemilik perusahaan untuk masuk ke pasar modal, yaitu :
- Persyaratan laba minimum sebesar 10 % dari modal sendiri bagi perusahaan yang ingin go public. Keuntungan itu harus diperoleh perusahaan selama dua tahun sebelum melakukan penawaran umum kepada masyarakat. Tentunya, persyaratan ini memberatkan perusahaan yang ingin go public.
- Investor asing tidak mempunyai kesempatan untuk berpartisipasi dalam pemilikan saham perusahaan yang ditawarkan di pasar modal Indonesia. Padahal, kalau melihat kondisi bangsa Indonesia yang saat itu berpendapatan pada kisaran US$ 1,000 per kapita, potensi investor asing lebih besar. Akibatnya, jumlah investor tidak berkembang dan volume serta nilai transaksi boleh dikatakan tidak beranjak maju.
- Adanya batasan maksimum fluktuasi harga saham sebesar 4 % dari harga awal saham dalam setiap hari perdagangan di bursa. Batasan ini menjadikan pasar modal kita kurang menarik. Padahal kalau kita cermati bursa-bursa di dunia, dinamikanya begitu tajam dan cepat. Dengan demikian, harga saham yang terbentuk bukan karena mekanisme pasar, karena ada batas pagu (plafond) fluktuasi harga saham.
- Tidak adanya perlakuan yang sama untuk pajak atas penghasilan dari bunga deposito dan dividen. Akibatnya, menanamkan uang dalam bentuk deposito jauh lebih menarik ketimbang berinvestasi di pasar modal.
- Belum dibukanya kesempatan bagi perusahaan untuk mencatatkan seluruh saham yang ditempatkan dan disetor penuh di bursa.
6.
Periode Deregulasi (1987-1995)
Hambatan-hambatan yang merintangi perkembangan pasar
modal telah disadari pemerintah. Pemerintah melakukan perombakan peraturan yang
nyata-nyata menghambat minat perusahaan untuk masuk pasar modal dan investor
untuk melakukan investasi pada pasar modal Indonesia. Untuk mengatasi masalah
itu pemerintah mengeluarkan berbagai deregulasi yang berkaitan dengan
perkembangan pasar modal, yaitu :
Paket
Kebijaksanaan Desember 1987 (Pakdes 1987)
Pakdes 1987 merupakan penyederhanaan persyaratan
proses emisi saham dan obligasi, dihapuskannya biaya yang sebelumnya dipungut
oleh Bapepam, seperti biaya pendaftaran emisi efek. Selain itu dibuka pula
kesempatan bagi pemodal asing untuk membeli efek maksimal 49% dari total emisi.
Pakdes 87 juga menghapus batasan fluktuasi harga saham di bursa efek dan
memperkenalkan bursa paralel. Sebagai pilihan bagi emiten yang belum memenuhi
syarat untuk memasuki bursa efek.
1. Paket
Kebijaksanaan Oktober 1988 (Pakto 88)
Pakto 88 ditujukan pada sektor perbankan, namun
mempunyai dampak terhadap perkembangan pasar modal. Pakto 88 berisikan tentang
ketentuan 3 L (Legal, Lending, Limit), dan pengenaan pajak atas bunga deposito.
Pengenaan pajak ini berdampak positif terhadap perkembangan pasar modal. Sebab
dengan keluarnya kebijaksanaan ini berarti pemerintah memberi perlakuan yang
sama antara sektor perbankan dan sektor pasar modal.
2. Paket
Kebijaksanaan Desember 1988 (Pakdes 88)
Pakdes 88 pada dasarnya memberikan dorongan yang lebih
jauh pada pasar modal dengan membuka peluang bagi swasta untuk menyelenggarakan
bursa.
Deregulasi pada intinya adalah melakukan
penyederhanaan dan merangsang minat perusahaan untuk masuk ke bursa serta
menyediakan kemudahan-kemudahan bagi investor.
Jika selama masa 1984-1988 tidak satu pun perusahaan
yang go public, tahun 1999 sejak deregulasi dilancarkan, pasar modal
Indonesia benar-benar booming. Selama tahun 1989 terdapat 37 perusahaan go
public dan sahamnya tercatat (listed) di BEJ. Sedemikian banyaknya perusahaan-perusahaan
yang mencari dana lewat pasar modal, sehingga pada masa itu masyarakat luas pun
berduyun-duyun untuk menjadi investor. Pasar modal mengalami kemajuan yang
pesat. Perkembangan yang menggembirakan ini terus berlanjut dengan swastanisasi
bursa.
- 16 Juni 1989, berdiri PT Bursa Efek Surabaya (BES).
- 2 April 1991, berdiri Bursa Paralel Indonesia (BPI).
- 13 Juli 1992, berdiri PT Bursa Efek Jakarta (BEJ), yang menggantikan peran Bapepam sebagai pelaksana bursa.
- 22 Juli 1995, penggabungan Bursa Paralel dengan PT BES.
7.
Periode Kepastian Hukum (1995-sekarang)
Dampak postitif dari kebijakan deregulasi telah
menebalkan kepercayaan investor dan perusahaan terhadap pasar modal Indonesia.
Puncak kepercayaan itu ditandai dengan lahirnya Undang-Undang No. 8 Tahun 1995
tentang Pasar Modal yang berlaku efektif sejak tanggal 1 Januari 1996.
Undang-undang ini dapat dikatakan sebagai undang-undang yang cukup
komprehensif, karena mengacu pada aturan-aturan yang berlaku secara
internasional.
Undang-undang ini dilengkapi dengan PP No. 45 Tahun
1995 tentang Penyelenggaraan Kegiatan di Bidang Pasar Modal dan PP No. 46 Tahun
1995 tentang Tata Cara Pemeriksaan di Bidang Pasar Modal. Kemudian ada beberapa
keputusan menteri dan seperangkat peraturan yang dikeluarkan oleh Bapepam yang
jumlahnya lebih dari 150 buah peraturan.
Salah satu hal yang perlu dicermati dalam
Undang-Undang Pasar Modal adalah diberikannya kewenangan yang cukup besar dan
luas kepada Bapepam selaku badan pengawas. Undang-undang ini dengan tegas mengamanatkan
kepada Bapepam untuk melakukan penyelidikan, pemeriksaan, dan penyidikan
terhadap kejahatan yang terjadi di bidang pasar modal. Selain itu, Bapepam
merupakan Self Regulation Organization (SRO) yang menjadikan Bapepam mudah
untuk bergerak dan menegakkan hukum, sehingga menjamin kepastian hukum.
8.
Periode Menyongsong Independensi Bapepam
Menurut UUPM, Bapepam bertugas untuk mencipatakan
pasar modal yang teratur, wajar, dan efisien, serta melindungi kepentingan
pemodal dan masyarakat. Bapepam mempunyai 17 kewenangan yang diberikan UUPM
yang secara sederhana dikategorikan ke dalam tiga macam, yaitu kewenangan untuk
melakukan pembinaan, pengaturan, dan pengawasan. Untuk mengekefktifkan
independensi Bapepam menjadi suatu hal yang amat penting untuk menegakkan hukum
secara konsisten, imparsial, dan adil. Posisi struktural Bapepam sebagai badan
yang berada di bawah Departemen Keuangan menjadi titik perhatian.
Saat ini posisi struktural Bapepam membuka peluang
pihak-pihak lain untuk melakukan intervensi demi kepentingan lain di luar soal
penegakan hukum yang konsisten, tegas, adil dan imparsial. Dengan demikian
kinerja dan wibawa Bapepam akan lebih terjaga lagi. Persiapan menuju
independensi Bapepam harus segera dilaksanakan, karena dasar hukum untuk mengimplementasikannya
sudah ada, yaitu:
A. Amanat GBHN (1999-2004) Bab IV huruf b angka 8
Mengembangkan pasar modal yang sehat, transparan,
efisien, dan meningkatkan penerapan peraturan perundang-undangan yang sesuai
dengan standar internasional yang diawasi oleh lembaga independen.
B. UU Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank
Indonesia Penjelasan Pasal 34.
Lembaga pengawasan jasa keuangan yang akan dibentuk
melakukan pengawasan terhadap bank dan perusahaan-perusahaan sektor jasa
keuangan lainnya, yaitu asuransi, dana pensiun, sekuritas, perusahaan
pembiayaan, dan badan-badan lain yang menyelenggarakan pengelolaan dana
masyarakat. Lembaga ini bersifat independen dalam menjalankan tugasnya,
kedudukannya berada di luar kendali pemerintah serta berkewajiban menyampaikan
laporan kepada BPK dan DPR.
C. Amandemen UU Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank
Indonesia telah diselesaikan oleh Panitia Khusus DPR RI. Hasil amandemen
tersebut menyatakan bahwa Otoritas Jasa Keuangan (OJK) harus sudah terbentuk
selambat-lambatnya pada tanggal 31 Desember 2010.
9.
Periode Otoritas Jasa Keuangan
Perkembangan terbaru berkaitan dengan independensi
Bapepam yaitu mengenai pembentukan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) seperti yang
tersebut dalam poin huruf c di atas. UU No. 23 Tahun 1999 dan kemudian
disempurnakan melalui UU No. 3 Tahun 2004 yang mengamanatkan fungsi pengawasan
perbankan dan keuangan lainnya akan dialihkan ke Lembaga Pengawas Jasa Keuangan
(LPJK) independen atau sering disebut dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Sesuai dengan UU Nomor 3 Tahun 2004, OJK harus terbentuk selambat-lambatnya 31
Desember 2010 sebagai lembaga independen yang mengawasi lembaga keuangan, baik
bank maupun bukan bank, seperti perusahaan sekuritas, anjak piutang, sewa guna
usaha, modal ventura, perusahaan pembiayaan, reksa dana, asuransi, dan dana
pensiun serta lembaga lain yang berkegiatan mengumpulkan dana masyarakat.
Salah satu embrio OJK adalah Badan Pengawas Pasar
Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam-LK) yang sekarang masih di bawah
Kementerian Keuangan. Dengan adanya OJK maka Bapepam-LK akan lepas dari
Kementerian Keuangan. Ide pembentukan OJK berasal dari pengalaman Indonesia
dalam menghadapi krisis keuangan. Alhasil, setelah munculnya krisis keuangan
global dan ditambah dengan isu panas Bank Century maka pembentukan OJK semakin
ramai dibicarakan. Bahkan UU No 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia
mengamanatkan bahwa sebelum 31 Desember 2010, OJK sudah harus terbentuk. Oleh
karena OJK merupakan hal yang baru dan berkembang dalam pasar modal Indonesia maka
pembahasan mengenai OJK ini akan dibahas pada bagian selanjutnya yaitu Bab II
bagian b mengenai Pengembangan Pasar Modal Indonesia.
Penggabungan Bursa Efek Jakarta (BEJ) dan Burse Efek
Surabaya (BES) menjadi Bursa Efek Indonesia (BEI)
Sebelum tahun 2007 di Indonesia terdapat dua bursa
efek yaitu Bursa Efek Jakarta (BEJ) dan Bursa Efek Surabaya (BES). BEJ berawal
dengan dibukanya sebuah bursa saham oleh pemerintah Hindia Belanda pada 1912 di
Batavia. Setelah sempat tutup beberapa kali karena terjadinya perang, BEJ
kembali dibuka pada 1977 di bawah pengawasan Bapepam. Pada 13 Juli 1992, BEJ
diprivatisasi dengan dibentuknya PT. Bursa Efek Jakarta. Sedangkan BES sendiri
merupakan bursa efek swasta pertama di Indonesia, yang didirikan pada tanggal
16 Juni 1989 berdasarkan SK Menteri Keuangan Nomor 645/KMK.010/1989, oleh
Menteri Keuangan waktu itu JB Sumarlin. Pendirian BES dimaksudkan untuk
mendukung perkembangan ekonomi wilayah Indonesia bagian timur, dengan
mengembangkan industri pasar modal di Surabaya dan Jawa Timur.
Pada tahun 2007 BES melakukan merger dengan melebur ke
dalam Bursa Efek Jakarta yang selanjutnya berganti nama menjadi Bursa Efek
Indonesia (BEI). Penggabungan ini menjadikan Indonesia hanya memilki satu pasar
modal. Langkah merger PT Bursa Efek Jakarta (BEJ) dan PT Bursa Efek Surabaya
(BES) adalah upaya untuk meningkatkan efisiensi pasar modal guna bersaing
dengan bursa luar negeri. Hal ini dikarenakan bahwa perkembangan pasar modal di
Indonesia pada saat itu dapat dikatakan lamban dan cenderung tertinggal dari
kawasan Asia lainnya, baik dari segi jumlah emiten, produk investasi, minimnya
investor lokal dan persaingan antar bursa di dalam negeri. Untuk itu dengan
langkah merger yang dilakukan BEJ-BES ini untuk meningkatkan efisensi pasar modal
nasional yang diharapkan dapat mendorong peningkatan daya tarik dan daya saing
industri di tingkat internasional.
Dengan penggabungan Bursa Efek Jakarta dan Bursa Efek
Surabaya menjadi Bursa Efek Indonesia (BEI) akan memudahkan investor sehingga
investor tidak harus datang ke beberapa bursa untuk menentukan pilihan
investasinya. Hal ini dikarenakan bahwa sebelum penggabungan BEJ-BES,
produk-produk acuan pasar modal berada di BEJ sedangkan produk-produk
derivatifnya berada di BES. Dari aspek operasional penghematan biaya
operasional yang timbul akibat merger, meliputi biaya penyediaan sistem dan
sarana perdagangan, biaya penyediaan sistem internal, biaya penyediaan jaringan
dan sarana komunikasi, biaya penyediaan band width, serta biaya data
center. Selain itu, dari aspek pelaku, penggabungan bursa efek akan
menghemat biaya emiten dan investor. Merger ini juga akan mempermudah untuk
melakukan pengembangan produk yang akan diluncurkan di pasar. Jika ditinjau
dari aspek bisnis, sasaran penggabungan BEJ dan BES adalah bursa hasil merger
diharapkan mampu mengembangkan berbagai instrumen bursa, baik yang pada saat
itu diperdagangkan maupun yang akan diperdagangkan, yakni meningkatnya jumlah
emiten tercatat, maupun berkembangnya instrumen yang sudah mulai diperdagangkan
saat itu dan menumbuhkan instrumen-instrumen baru yang dapat diperdagangkan di
bursa hasil merger.
Dalam merger tersebut, BEI meningkatkan sistem
komputerisasi dengan menggunakan teknologi yang modern dan yang sangat
diperlukan, karena industri pasar modal adalah industri yang sangat cepat
perubahannya, baik dari segi sistem dan teknologi, organisasi maupun variasi
produk yang diperdagangkan. Kondisi tersebut mendorong industri pasar modal
untuk selalu berinovasi dalam meningkatkan efisiensinya agar dapat bersaing di
tingkat internasional. Tingkat efisiensi industri ini akan meningkatkan daya
tarik dan daya saing industri di mata para pelaku pasar, baik lokal maupun
internasional.
Komputerisasi merupakan upaya memodernisasi bursa.
Dengan komputerisasi, papan perdagangan tunggal terpecah menjadi ratusan atau
miliaran data perdagangan yang masuk ke layar monitor yang bisa diakses secara online
dalam satu jaringan. Antrian pialang lenyap dari pandangan karena
kemungkinan mengakses secara bersamaan ke papan perdagangan. Lantai bursa tidak
lagi dipadati oleh para pialang, kecepatan perdagangan atau transaksi berlipat
ganda, kecepatan transaksi berdurasi singkat.
Pada tanggal 1 September 2010, Bursa Efek Indonesia
(BEI) resmi menghapus lantai perdagangan (trading floor). Dewasa ini,
perdagangan di BEI sudah beralih ke remote trading yang telah
dicanangkan sebagai pengganti dari floor trading. Dulunya sebelum
terjadi komputerisasi, eksekusi transaksi bursa masih menggunakan spidol dan
papan di lantai perdagangan. Akan tetapi, lantai perdagangan yang selama ini
menjadi simbol tersebut dinilai mubazir dan tidak efektif lagi dewasa ini. Hal
ini dikarenakan para Anggota Bursa (AB) lebih menikmati transaksi lewat remote
trading (perdagangan jarak jauh) daripada berjejal di lantai bursa. Selain
itu, penggunaan lantai perdagangan sudah tidak efisien. Pasalnya, transaksi
tersebut memakan waktu yang relatif lebih lama dibandingkan remote trading.
Hal ini dikarenakan semua transaksi yang lewat floor harus diproses lagi
di back office AB (anggota bursa) dulu sehingga prosesnya lama. Dengan
adanya remote trading, transaksi bursa dapat diselesaikan hanya dalam
beberapa detik saja.
INSTRUMEN PASAR MODAL DAN GO PUBLIK
Instrumen Pasar Modal
Instrumen atau surat-surat berharga yang
diperdagangkan di pasar modal sering di-sebut efek. Pengertian efek adalah
setiap surat berharga yang diterbitkan oleh perusahaan seperti surat pengakuan
utang, surat berharga komersial (commercial paper), saham, obligasi,
tanda bukti utang, bukti right (right issue), waran (warran),
unit penyertaan kontrak, kontrak investasi kolektif, kontrak berjangka atas
efek, dan setiap turunan (derivatif) dari efek. Berikut ini adalah
penjelasan dari instrumen-instrumen Pasar Modal.
Saham Biasa
Di antara surat-surat berharga yang diperdagangkan di
pasar modal, saham biasa (common stock) adalah yang paling dikenal
masyarakat. Di antara emiten (perusahaan yang menerbitkan surat berharga),
saham biasa juga merupakan yang paling banyak digunakan untuk menarik dana dari
masyarakat. Jadi saham biasa paling menarik bagi pemodal maupun bagi emiten.
Secara sederhana, saham dapat didefinisikan sebagai tanda penyertaan atau
pemilikan seseorang atau badan dalam suatu perusahaan. Adapun hasil yang dapat
diperoleh dari investasi saham bisa berasal dari dua sumber, yaitu:
–
Dividen, yaitu bagian laba yang diberikan emiten kepada para pemegang
sahamnya.
–
Capital gain, yaitu pendapatan yang timbul dari penjualan saham dengan
harga jual diatas harga beli.
Right Issue
Right issue diterjemahkan sebagai bukti right. Alat investasi ini
merupakan produk turunan dari saham. Kebijakasanaan right issue merupakan
upaya emiten untuk menambah saham yang beredar, guna menambah modal perusahaan.
Sebab dengan pengeluaran saham baru itu, berarti pemodal harus mengeluarkan
uang untuk membeli right issue. Kemudian modal ini akan masuk ke modal
perusahaan. Bagi pemodal, right issue berdampak positif kalau tidak
berpengaruh terhadap harga saham. Sebaliknya, berdampak negatif kalau
menyebabkan menurunnya harga. Secara umum dampak right issue bisa dirasakan
oleh semua pemodal. Right issue merupakan hak bagi pemodal membeli saham
baru yang dikeluarkan emiten. Karena merupakan hak maka investor tidak terikat
harus membelinya. Ini berbeda dengan saham bonus atau dividen saham, yang
otomatis diterima oleh pemegang saham.
Obligasi
Obligasi adalah surat berharga atau sertifikat yang
berisi kontrak antara pemberi pinjaman (dalam hal ini adalah pemodal) dengan
yang diberi pinjaman (emiten). Jadi surat obligasi adalah selembar kertas yang
menyatakan bahwa pemilik kertas tersebut memberikan pinjaman kepada perusahaan
yang menerbitkan surat obligasi. Obligasi digolongkan sebagai efek yang
memberikan penghasilan tetap karena penerbit (issuer) menjanjikan kepada
pemegang obligasi untuk:
–
Membayar bunga periodik tetap
–
Membayar jumlah prinsipal tetap pada atau sebelum jatuh waktu
Bunga obligasi umumnya dibayarkan setiap jumlah waktu
yang tetap, misalnya setiap 3 bulan, 6 bulan, atau 1 tahun. Besarnya bunga
tergantung dari kupon. Selain itu seperti halnya saham biasa, obligasi juga
mengenal penghasilan dari capital gain yang bisa terjadi apabila saat
pemegang obligasi melakukan penjualan obligasinya, mendapatkan harga yang lebih
tinggi dari harga ketika saat membelinya.
Obligasi Konversi
Obligasi Konversi (convertible bond), sudah
dikenal di pasar modal Indonesia. Untuk kalangan emiten swasta, sebenarnya
obligasi konversi lebih dulu populer dari pada obligasi. Obligasi konversi
sekilas tidak ada bedanya dengan obligasi biasa, misalnya memberikan kupon
tetap, memiliki jatuh tempo, dan memiliki nilai pari. Hanya saja obligasi
konversi memiliki keunikan, yaitu bisa ditukar dengan saham biasa. Pada
obligasi konversi selalu tercantum persyaratan untuk melakukan konversi.
Waran
Waran diterbitkan dengan tujuan agar pemodal tertarik
membeli obligasi atau saham yang diterbitkan emiten. Waran adalah hak untuk
membeli saham biasa pada waktu dan harga yang sudah ditentukan. Biasanya waran
dijual bersamaan dengan surat berharga lain, misalnya obligasi atau saham.
Penerbit saham harus memiliki saham yang nantinya dikonversi oleh pemegang
waran. Namun setelah obligasi atau saham yang disertai waran memasuki pasar,
baik obligasi, saham maupun waran dapat diperdagangkan secara terpisah.
Penawaran Umum (Go Public)
Penawaran umum adalah kegiatan yang dilakukan emiten
untuk menjual efek kepada masyarakat, berdasarkan tata cara yang diatur oleh
undang-undang dan peraturan pelaksanaannya. Kegiatan ini lebih populer disebut
dengan go public. Emiten adalah pihak (perusahaan) yang melakukan
penawaran umum dengan tujuan untuk memperoleh dana melalui pasar modal.
Sedangkan masyarakat yang memberikan dana kepada perusahaan dengan membeli
saham atau obligasi yang diterbitkan dan dijual oleh perusahaan disebut sebagai
pemodal (investor).
Adapun tujuan penggunaan dana dari hasil go public pada
umumnya digunakan untuk:
a.
Ekspansi
Dalam kehidupan suatu perusahaan akan diusahakan untuk
melakukan perluasan dalam kegiatan operasinya. Perluasan ini dapat berupa
peningkatan kapasitas produksi maupun diversifikasi jenis produk. Terkadang
perusahaan tidak mungkin untuk memperoleh modal dari para pemegang saham yang
berupa modal disetor, sehingga diputuskan untuk memperoleh modal dari luar
perusahaan, yang dapat berupa pinjaman dari pihak lain atau dapat berupa
penjualan saham baru kepada pihak lain di luar para pemegang saham yang sudah
ada.
b. Memperbaiki struktur
permodalan
Modal suatu perusahaan terdiri dari modal sendiri (equity)
dan modal pinjaman. Setiap pinjaman tentu saja harus membayar bunga. Terkadang
perusahaan mengalami kerugian hanya karena beban pinjaman terutama pinjaman
dari mata uang asing di masa-masa nilai rupiah terdepresiasi tajam. Dengan
demikian perusahaan akan dibebani pembayaran bunga yang meningkat. Bila hal ini
berlangsung dalam jangka waktu lama, perusahaan dapat mengalami kebangkrutan.
Salah satu tindakan penyelamatan adalah dengan mengurangi jumlah hutang, yaitu
dengan menggantikannya menjadi modal saham, yang berarti perusahaan akan
menjual saham baru untuk membayar hutang yang sangat membebani tadi. Tindakan
ini dikenal sebagai restrukturisasi modal.
c.
Untuk melakukan pengalihan pemegang saham (divestasi)
Perusahaan yang melakukan go public adalah
perusahaan yang secara hukum dan nyata sudah beroperasi/menjalankan usahanya,
yang sudah tentu telah ada pemilik dan pemegang sahamnya. Dengan pertimbangan
tertentu terkadang pemegang saham tadi ingin melepaskan/mengalihkan saham yang
dimiliki ke pihak lain. Hal ini mudah dilakukan jika memang telah ada pula
pihak yang bersedia membelinya, akan tetapi jika tidak maka pemilik saham dapat
memilih pasar modal sebagai tempat untuk menawarkan sahamnya secara umum (public
offering). Pengalihan saham dari pemegang saham lama kepada pemegang saham
baru disebut sebagai divestasi (divesment).
PERANAN PASAR MODAL TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA
Keberadaan pasar modal dalam perekonomian modern sudah
tidak dapat terelakkan lagi bagi seluruh negara di dunia ini, tidak terkecuali
di Indonesia. Tingginya permintaan akan barang dan jasa akibat dari semakin
banyaknya umat manusia di dunia ini membuat perusahaan, baik yang bergerak di
bidang jasa dan perdagangan, harus mampu memenuhi semua order yang
diinginkan masyarakat dunia secara global. Di Indonesia, negara yang masuk
dalam kategori negara berkembang, kebutuhan masyarakat akan barang dan jasa
sangat tinggi. Hal ini dibuktikan dengan makin banyaknya perusahaan-perusahaan
baru yang bermunculan di Indonesia, baik domestik maupun asing, karena pangsa
pasar yang potensial ada di Indonesia.
Pasar modal dapat menjadi salah satu alternatif jitu
dalam pengembangan pembangunan ekonomi di Indonesia. Keberadaannya yang semakin
berkembang semakin membuktikan bahwa pasar modal semakin dibutuhkan sebagai
bagian dari realisasi pemerintah dalam memenuhi kebutuhan masyarakat baik
barang maupun jasa. Kebutuhan perusahaan dalam hal modal dapat terealisasikan
manakala perusahaan tersebut berkecimpung di pasar modal Indonesia.
Pasar modal memiliki posisi yang sangat penting dan
vital dalam perkembangan perekonomian Indonesia. Kemajuan teknologi serta
tingginya arus globalisasi membuat pasar modal Indonesia dapat menjadi icon pasar
modal Asia Tenggara. Perkembangan pasar modal tersebut tidak akan dapat
terealisasikan apabila tidak ada dukungan dari pemerintah dan masyarakat bagi
pasar modal Indonesia. Peran pemerintah dapat berupa menciptakan stabilitas
politik dan hukum, stabilitas iklim investasi Indonesia, dan sebagai pelindung
dalam pelaksanaan kegiatan ekonomi. Sementara masyarakat dapat berpartisipasi
dengan menginvestasikan sahamnya di pasar modal.
Secara umum, ada tiga cara alternatif investasi bagi
masyarakat Indonesia dewasa ini. Ketiga alternatif tersebut adalah tabungan,
asuransi, dan invetasi pasar modal. Invetasi di pasar modal memiliki risiko
yang tinggi (high risk) namun memberikan keuntungan yang tinggi pula (high
return). Dengan berinvestasi di pasar modal dalam bentuk saham, kebutuhan
perusahaan akan modal (selain obligasi) akan terealisasikan sehingga perusahaan
dapat meningkatkan produktivitasnya dan mampu menghasilkan output yang
berkualitas. Selain itu, masyarakat dapat mempunyai hak milik perusahaan dalam
bentuk persentase saham sehingga hal ini mendorong pemerataan pendapatan
masyarakat.
Indikator pembangunan ekonomi sudah dijelaskan seperti
penjelasan di halaman sebelumnya, dan dengan demikian kita dapat menelaah
alasan mengapa pasar modal dapat menjadi salah satu indikator pembangunan
ekonomi. Hal-hal tersebut ialah sebagai berikut:
1.
Peningkatan kualitas produksi
Setiap perusahaan yang berkecimpung di pasar modal
tentunya akan memiliki dana tambahan saat investor menanamkan sahamnya dalam
perusahaan tersebut. Perusahaan, baik dalam menghasilkan barang maupun jasa,
akan mampu meningkatkan kualitasoutput atau produksinya sehingga
dapat memenuhi kebutuhan masyarakat pada umumnya. Salah satu contohnya ialah
PT. Telekomunikasi Indonesia,Tbk yang baru-baru ini masuk dalam
kategori 50 perusahaan yang memberikan kontribusi terbaik di Asia berkenaan
dengan hasil produksi yang memuaskan. Bangsa Indonesia tentunya bangga akan
pencapaian ini. Masih banyak lagi perusahaan-perusahaan terbuka lainnya yang
mampu membukukan high profit sehingga berimbas pada kemajuan
perekonomian Indonesia.
2.
Kenaikan persentase jumlah GNP lebih besar daripada persentase kenaikan jumlah
penduduk.
Penduduk Indonesia yang kurang lebih berjumlah 250
juta jiwa semakin mengukuhkan pentingnya keberadaan pasar modal di Indonesia.
Jumlah emiten yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta baru berjumlah 461
perusahaan. Jumlah ini besar kemungkinan akan semakin bertambah mengingat semakin
dibutuhkannya investasi bagi perusahaan. Outputyang dihasilkan
perusahaan menjadi tolok ukur perhitungan GNP Indonesia. Tingginya GNP menjadi
indikator bahwa pendapatan nasional suatu negara juga tinggi. Untuk mencapai
totalitas yang tinggi atas pendapatan nasional, perusahaan perlu untuk go
public dan hal ini akan dicapai apabila pemerintah mampu merangsang
pengusaha untuk mau terdaftar di bursa. Pasar modal menjadi jawaban apabila
pemerintah hendak mencapai kenaikan persentase GNP yang lebih besar daripada
kenaikan jumlah penduduk. Jumlah emiten harus semakin bertambah sehingga
investor semakin memiliki banyak pilihan untuk berinvestasi dan dapat
mendiversivikasikan portofolio sahamnya. Hal tersebut sudah dibuktikan di
negara maju seperti Amerika Serikat yang kemajuan perekonomiannya ditunjang
oleh pasar modal. Dan hasilnya dapat dilihat, penduduknya sejahtera, rendahnya
angka kemiskinan, dan majunya sektor-sektor lainnya seperti pendidikan dan
kesehatan karena pemerintahnya mampu menciptakan iklim investasi yang kondusif.
3.
Peningkatan GNP dari tahun ke tahun disertai perubahan struktur ekonomi
tradisional menjadi modern, serta ditandai perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi.
Struktur ekonomi Indonesia jelas sudah beranjak
menjadi modern. Hal ini dibuktikan dengan adanya uang sebagai alat tukar,
munculnya perbankan, dan tentunya keberadaan pasar modal. Harus diakui bahwa
pasar modal Indonesia masih kalah dengan pasar modal di Singapura dan Jepang.
Namun hal tersebut tetap bukan menjadi alasan untuk menghalangi posisi pasar
modal sebagai salah satu institusi kemajuan pembangunan perekonomian Indonesia.
Keberadaan pasar modal di Indonesia, yang mekanisme pencatatan dan
perdagangannya sudah computerize,dapat berhasil seiring dengan
perkembangan teknologi. Perusahaan-perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek
Indonesia sedang dalam proses untuk menapaki peningkatan GNP dari tahun ke
tahun serta ditandai perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Oleh karena
itu, lagi-lagi peran pemerintah sangat diperlukan dalam mengelola pasar modal
Indonesia, dalam hal ini Menteri Keuangan dan Bapepam, sehingga iklim investasi
semakin mudah dilakukan dan aman dalam pelaksanaannya. Kemudahan investasi ini
dapat dilakukan dengan menciptakan instrumen baru dalam investasi dan regulasi
peraturan di reksadana. Sementara situasi keamanan dalam hal ini tidak hanya
keamanan yang bersifat emosi dan fisik, tapi juga situasi keamanan keuangan
seperti laju inflasi yang terkendali dan stabilitas nilai tukar rupiah.
4.
Kenaikan GNP disertai peningkatan kesejahteraan masyarakat, pemerataan
pendapatan, dan pertumbuhan penduduk.
Pemerintah manapun di dunia ini pasti menginginkan
masyarakatnya sejahtera. Beberapa indikatornya antara lain rendahnya
kemiskinan, tingginya konsumsi, serta pemerataan pendapatan. Pasar modal hadir
sebagai sebagai salah satu alternatif peningkatan kesejahteraan masyarakat,
pemerataan pendapatan, dan pertumbuhan penduduk. Seperti yang telah diungkapkan
pada pembahasan sebelumnya, perusahaan yang berkecimpung di pasar modal (dalam
hal ini BEI) akan memberikan kontribusi besar bagi peningkatan GNP dalam hal
totalitas produksinya. Hal ini dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat
karena kebutuhan konsumsi mereka terpenuhi. Contohnya layanan perbankan yang memadai,
jaringan telekomunikasi yang lancar, dan banyak contoh lainnya. Selain itu,
apabila masyarakat dapat berinvestasi di pasar modal, maka keuntungan dari
penjualan saham pada saat bullish market dan pembagian dividen
akan menciptakan pemerataan pendapatan masyarakat. Dalam hal ini, pemerataan
pendapatan bukan dihitung dari pendapatan individual karena hal itu sulit untuk
terjadi. Tapi pemerataan pendapatan ini didapat dari rasio antara GNP dan
jumlah penduduk. Pada dasarnya, investasi di pasar modal membutuhkan modal yang
sangat besar. Selain itu, untuk berinvestasi hendaknya jangan menggunakan uang
yang akan digunakan untuk kebutuhan sehari-hari. Robbert Ang dalam bukunya
tentang pasar modal mengatakan,“If you still need the money to finance your
kid’s study, don’t invest in capital market”. Namun masih ada salah
satu instrumen pasar modal yang dapat digunakan masyarakat apabila dana yang
dimilikinya tidak begitu besar, yaitu reksadana. Umumnya, reksadana diartikan
sebagai wadah yang dipergunakan untuk menghimpun dana dari masyarakat pemodal
untuk selanjutnya di investasikan dalam portofolio efek oleh manajer investasi.
Reksadana merupakan salah satu alternatif investasi bagi masyarakat pemodal,
khususnya pemodal kecil dan pemodal yang tidak memiliki banyak waktu dan
keahlian untuk menghitung risiko atas investasi mereka. Reksadana dirancang
sebagai sarana untuk menghimpun dana dari masyarakat yang memiliki modal,
mempunyai keinginan untuk melakukan investasi, namun hanya memiliki waktu dan
pengetahuan yang terbatas. Selain itu reksadana juga diharapkan dapat
meningkatkan peran pemodal lokal untuk berinvestasi di pasar modal Indonesia.
STRATEGI REVITALISASI DAN REPOSISI PASAR MODAL
INDONESIA DALAM PEMBANGUNAN EKONOMI INDONESIA.
Setelah mengerti bahwa pasar modal merupakan salah
satu indikator penting dalam pembangunan ekonomi, marilah kita beranjak untuk
menganalisis apa saja langkah yang perlu dilakukan, khususnya oleh pemerintah,
sebagai strategi untuk merevitalisasi dan mereposisi pasar modal Indonesia dalam
pembangunan ekonomi. Langkah strategis sangat diperlukan agar pasar modal
Indonesia tidak hanya mampu menjadi icon pasar modal modern di
Asia Tenggara, namun juga dapat memberikan dampak positif bagi kelangsungan
hidup perekonomian negara Indonesia yang tercinta ini.
1.
Meningkatkan pemahaman terhadap pasar modal
Pasar modal tidak akan berkembang apabila industri
efeknya tidak menguntungkan. Pengusaha atau investor hanya akan menanamkan
modalnya dalam jumlah besar untuk menciptakan industri efek domestik apabila
hasil investasi yang diharapkan dari perusahaan efek cukup kompetitif
dibandingkan alternatif investasi lainnya. Industri efek akan mempunyai prospek
yang baik apabila industri tersebut mampu menyediakan produk dan layanan yang
berkualitas dengan biaya investasi dan biaya operasi yang relatif murah.
Untuk menjangkau pasar yang lebih luas, perusahaan
efek perlu membuka agen penjualan di seluruh tanah air. Hingga saat ini,
perusahaan sekuritas dalam bentuk reksadana sudah menyebar di beberapa kota
besar. Yang menjadi masalah adalah sosialisasi yang kurang gencar tentang pasar
modal dan reksadana kepada masyarakat. Jangan sampai kasus Trimegah Sekuritas
terulang kembali, dimana saat itu para investor melakukan redemption besar-besaran
sehingga nilai aktiva bersih turun drastis. Dunia pendidikan dapat menjadikan
pasar modal sebagai mata pelajaran tersendiri di tingkat SMA, bukan bagian dari
mata pelajaran ekonomi, untuk mengembangkan wawasan pasar modal di kalangan
remaja.
2.
Menciptakan iklim investasi yang kondusif
Untuk melindungi investor dalam berinvestasi, baik
asing maupun domestik, pemerintah perlu menciptakan iklim investasi yang
kondusif. Indeks harga saham gabungan yang fluktuatif sangat terpengaruh oleh
berbagai pengaruh, baik politik, hukum, dan keamanan. Oleh karena itu,
pemerintah harus segera melakukan tindakan proaktif dalam menstabilkan situasi
politik dan tentunya sambil menjaga kestabilan aspek lainnya. Pembangunan
infrastruktur, pemberantasan korupsi, dan regulasi undang-undang yang
memudahkan investasi akan sangat membantu dalam menciptakan iklim pasar modal
yang memadai.
Pembenahan teknis lainnya, seperti prinsip
kelangsungan hidup ekonomis industri efek, penekanan biaya transaksi serendah
mungkin, prinsip keterbukaan, dan mempertahankan pasar yang wajar dan teratur
dapat juga ditempuh pemerintah agar investasi semakin mudah dan sehat.
Kemudahan investasi adalah jalan untuk pemerataan pendapatan masyarakat serta
merangsang investor domestik dan asing untuk menanamkan modalnya di Indonesia.
Iklim investasi yang kondusif sangat penting jika
masyarakat Indonesia dituntut peranannya dalam dunia pasar modal. Dengan
memiliki saham suatu perusahaan, maka akan timbul prestise tersendiri
dalam diri seseorang dan akan membangkitkan cinta atas produk-produk
perusahaan, khususnya perusahaan domestik yang semakin berkembang. Jika
perusahaan domestik berkembang, seperti PT. Telekomunikasi Indonesia,Tbk, maka
hal tersebut akan meningkatkan GNP negara dan pasar modal akan semakin vital posisinya
sebagai salah satu indikator pembangunan perekonomian Indonesia.
GOOD CORPORATE GOVERNANCE DALAM
PENGEMBANGAN PASAR MODAL INDONESIA
Latar belakang dari aspek pasar modal, industri pasar
modal telah menjadi salah satu barometer penting perekonomian suatu negara.
Melalui industri ini lahir public listed companies yakni
perusahaan-perusahaan yang diizinkan untuk menawarkan saham mereka kepada
publik setelah proses penawaran saham perdana (initial public offering/IPO)
atau “going public”. Dengan sistem ini, para pemodal atau investor kecil
dapat turut memiliki saham pada sebuah perusahaan terbuka.
Tujuan dari penerpan GCG yang paling utama adalah
menaikkan nilai dari perusahaan tersebut, maksudnya adalah apabila suatu
perusahaan menerpakan GCG maka tentunya nilai dari perusahaan itu akan naik
dalam kaitannya dengan perusahaan terbuka tentunya akan banyak investor yang
akan membeli saham perusahaan tersebut.
Manfaat dari penerapan GCG bagi kepentingan pemerintah
dan keadaan ekonomi secara luas adalah
- Meningkatkan kinerja perusahaan melalui terciptanya proses pengambilan keputusan yang lebih baik dan meningkatkan efisiensi operasional perusahaan (menjaga going concern perusahaan).
- Mempermudah diperolehnya dana pembiayaan yang lebih murah dan rigrid (karena factor kepercayaan) yang pada akhirnya meningkatkan corporate value.
- Mengembalikan kepercayaan investor publik untuk menanamkan modalnya.
- Pemegang saham akan merasa puas dengan kinerja perusahaan karena sekaligus akan meningkatkan shareholders value dan deviden, khusus bagi Badan Usaha Milik Negara (BUMN), serta meningkatkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dari hasil privatisasi.
- Meningkatkan produktivitas perusahaan serta dapat mengukur target kinerja perusahaan.
- Mengurangi distorsi (management risk).
Dengan adanya penerapan Good Corporate Governance (GCG)
yang baik dalam pasar modal, diharapkan emiten-emiten yang ada di Bursa Efek
Indonesia (BEI) dapat mampu bersaing dengan emiten-emiten yang ada di
negara-negara lain. Selain itu, kepentingan stakeholders, khususnya para
pemegang saham minoritas akan terjaga. Bagi masyarakat Indonesia, penerapan Good
Corporate Governance (GCG) akan menambah kesejahteraan masyarakat dengan
adanya prinsip tanggung jawab sosial emiten-emiten terhadap masyarakat dan
lingkungan. Pada akhirnya, praktek pelaksanaan Good Corporate Governance (GCG)
yang baik di pasar modal akan memberikan dampak positif bagi semua lapisan,
yakni perkembangan ekonomi yang akan membuka banyak lapangan kerja dan
meningkatkan kualitas hidup bangsa Indonesia serta peningkatan daya tarik
investasi, dengan makin banyaknya investor dalam negeri maupun luar negeri yang
akan bersedia menanamkan modalnya di pasar modal Indonesia.
KESIMPULAN
Pasar Modal memiliki peran penting bagi perekonomian suatu
Negara. Perkembangan pasar modal Indonesia dilihat dari beberapa indikator
menunjukkan pekembangan yang pesat dalam beberapa tahun terakhir. Bagi
perusahaan, pasar modal juga memberikan keuntungan besar, yaitu untuk
mengembangkan usahanya dengan menggunakan dana dari hasil penjualan saham di
pasar ini tanpa harus hutang ke Bank yang bunganya cukup besar, dengan syarat
yang rumit. Pasar ini juga sebagai Leading Indicator perekonomian suatu negara,
jika kondisinya baik atau berkembang, maka ekonomi suatu negara tersebut juga
akan baik.
Kesadaran akan pentingnya peran pasar modal ini bagi
perekenomian nasional sebaiknya menjadi tugas kita bersama untuk serta merta
memberikan sosialisasi, maupun edukasi untuk menambah wawasan masyarakat luas
tentang pasar modal. Bagi lembaga-lembaga penunjang pasar modal, perlu
meningkatkan kontribusinya terhadap kemajuan pasa modal sesuai dengan fungsinya
masing-masing.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar